Home » , » Cerita Seorang Ibu

Cerita Seorang Ibu

Vein, anak berumur 15 tahun yang baru berulang tahun hari ini, bukannya senang malah kebingungan. Dia belum menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia, membuat cerpen. Dia bingung, darimana dia bisa mendapat cerita yang bagus? Saking bingungnya, dia akhirnya bertanya kepada ibunya. Mungkin ibunya mempunyai cerita yang bagus.
“Ibu, aku boleh minta bantuan nggak?” Vein memelas.
“Emm, memangnya, kamu butuh bantuan apa, nak?”
“Aku belum nyelesain tugas membuat cerpen. Aku bingung, aku nggak punya cerita yang bagus yang aku ingat. Ibu punya nggak cerita yang tidak bisa dilupakan?”
“...” Ibu terdiam. Seperti ingin menceritakan sesuatu, tetapi ragu-ragu.
“Lho, kok malah diem?”
“... Begini, ibu punya cerita, dengerin baik-baik ya!”
“Okesip! Aku akan dengerin cerita ibu.”
“Waktu kecil, ibu sedang bermain di halaman rumah dengan pamanmu. Dulu, waktu dia masih berumur 1 tahun. Kemudian, ibu haus dan ingin minum. Ibu dan pamanmu masuk ke rumah. Saat sedang mengambil minum...” Ibu terdiam sejenak.
“Lho, terusin dong ibu!”
“Saat kami mengambil minum, kami mendengar keributan di ruang tengah. Kami mencoba mengintip. Ternyata...”
“Ternyata apa?”
“Ternyata orang tua kami sedang bertengkar hebat. Sampai-sampai, penghuni kebun binatang diabsen semua. Perabotan berterbangan, dan ruangan itu porak poranda.”
“Wah... Mengerikan! Terus?”
“Kami berdua hanya bisa menangis melihat mereka bertengkar. 2 jam berlalu saat kami melihat mereka bertengkar. Akhirnya, ayah(ayahnya ibu) memutuskan untuk keluar.”
“Keluar? Selamanya tak kembali lagi?”
“Tidak, Cuma... Pokoknya nggak lebih dari 1 hari.”
“Oh... Terus, kelanjutannya gimana?”
“Saat itu, ibu(ibunya ibu) menangis, lalu melihat kami berdua. Tak tega melihat kami berdua ikut menangis, dia mendekati kami dan menyuruh kami berhenti menangis. Dan kami pun berhenti menangis.”
“Terus?”
“Lalu, ibu(ibunya ibu) memandikan kami berdua. Mungkin, itu kenangan terakhir darinya.”
“Kenangan terakhir? Maksudnya?”
“Setelah memandikan kami, dia menitipkan kami ke tetangga sebelah. Dia bilang, dia akan ada urusan sebentar. Ketika ditanya mau kemana, dia tidak menjawab.”
“Apa hubungannya dengan kenangan terakhir?”
“Setelah dia berangkat, tak lama ayah(ayahnya ibu) pulang. Dia mencari kami. Lalu, dia membawa kami pulang ke rumah. Dia mencari ibu(ibunya ibu), tapi nggak ketemu. Besoknya, dia nggak pulang juga. Entah kemana.”
“Sekarang, bagaimana kabarnya?”
“Sampai sekarang, ibu belum pernah melihat dia lagi sejak kejadian itu. Tak ada kabar tentangnya. Dia bagai hilang ditelan bumi.”
“Lalu, apakah ibu pernah mencarinya?”
“Pernah, bahkan sampai beberapa kali. Tapi, hasilnya nihil. Ibu belum bisa bertemu dengannya lagi.”
“Kenapa bisa begitu?”
“Itu karena... Alamat palsu.”
Vein terdiam tidak menyangka. Ibunya masih bisa bercanda pada saat sesedih itu.
“Huh... Ayu Tingting! Dasar ibu-ibu!” Vein sedikit kesal.
“Yeey... Mau diterusin nggak ceritanya?”
“Terusin! Penting ini!”
“Yaudah, kalo mau diterusin, udah diem aja!”
“Iya deh. Terus gimana?”
“Dari situ, ibu hidup hanya bertiga. Menjalani hidup tanpa sosok seorang ibu.”
“Jadi, gimana?”
“Jadi, jika kamu besar nanti, janganlah kamu cari calon istri. Carilah calon ibu yang baik. Istri belum tentu bisa menjadi ibu. Tetapi ibu sudah pasti bisa menjadi istri. Tilailah orang dari hatinya. Jangan menilai dari tampangnya saja. Cukup segitu dari ibu?”
“Yah. Cukup bu. Makasih ya!” Vein senang. Akhirnya dia punya bahan cerita untuk cerpennya.
“Eits! Tunggu dulu! Jangan kemana-mana dulu. Ada kejutan dari ayah dan ibu.”
“Apa bu?” Vein penasaran.
“Tunggu.” Ibu membuat Vein semakin penasaran.
Tak disangka, ayah sudah berada di belakang Vein dan Vein pun tidak sadar bahwa ayahnya ada di belakangnya membawa satu ember air. Dan tiba-tiba... BYUUUR!!! Vein disiram oleh ayahnya dari belakang. Vein terkejut setengah mati.
“Happy birthday!” Kata ayah dan ibu serempak. Vein terharu olehnya sampai meneteskan air mata. Dia merasa beruntung mempunyai orang tua seperti mereka yang baik. Dia sangat bersyujur atas pemberian Allah yang telah menjadikan mereka berdua orang tuanya.
“Nanti sore, kita makan bakso yuk di Mie Baso Pengkolan! Enak lho disana baksonya. Mau nggak?” Ajak ayah.
“Wah! Mau banget! Tapi,aku mau peluk kalian berdua dulu! Supaya kita sama-sama basah! Hahaha!” Vein mengejar ayah dan ibunya lalu memeluknya.
Dan akhirnya, mereka bersuka cita di hari ulang tahun Vein. Dan Vein berharap kejadian yang dialami ibunya itu tidak terjadi padanya. Dan Vein berjanji akan taat kepada kedua orang tuanya.


~TAMAT~
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Facebook | Twitter
Copyright © 2013. G-Langz Studio - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger